Civitas akademika Perguruan Tinggi disebut sebagai kalangan elit
cendikiawan adalah disebabkan perannya sebagai agen pengembang dan pemberdaya
masyarakat. Sebagai agan pengembang dan pemberdaya masyarakat setidaknya mereka
harus menguasai dua sayap: Pertama, ilmu keahlian yang dapat
menjadikannya sebagai konselor ataupun tempat bertanya masyarakat dalam suatu
bidang disiplin ilmu. Kedua, karakter yang dapat membuatnya disukai,
dipercaya dan dihargai oleh masyarakatnya.
Artinya perhatian terhadap dua hal ini harus tetap menjadi perhatian dan
proritas penting oleh setiap Pergururuan Tinggi.
Fase imitatif (meniru) tidaklah hanya terjadi pada tahap perkembangan
balita saja. Melainkan kalangan mahasiswa, guru, dosen, dan bahkan calon Doktor
di era modern ini telah ditemukan melakukan plagiasi karya ilmiah, bahkan
ironisnya beberapa hari ini telah tertangkap kasus penciplakan ribuan ijazah
palsu di Jawa Timur yang menurut terdakwa sebagian besar konsumennya adalah
pendidik generasi masa depan bangsa Indonesia.
Sementara mahasiswa pada peringatan hari-hari besar juga sudah terkenal
dengan dengan kegiatan demonya yang sering berakhir anarki, alias menyampaikan
pendapat dengan kesan memaksa. Apakah ini adalah karakter rakyat kita ? (tentu
tidak!) atau apakah kampus mengajarkan hal tersebut? (mungkin saja!). Untuk menjawab
hal pertanyaan kedua ini mari kita diskusikan tentang sistem pendidikan
karakter di Perguruan Tinggi.
Sistem pendidikan karakter di Perguruan Tinggi setidaknya dapat ditinjau
pada 3 aspek, yaitu: sistem pengajaran di kelas, pelayanan akademik, dan
pemberdayaan organisasi mahasiswa intra kampus.
Sistem pengajaran yang menjadi ciri khas Perguruan Tinggi adalah seminar
kelas dan kerja kelompok. Penanaman pendidikan karakter pada proses
pembelajaran dapat dilakukan dengan pemberian keteladanan dan pembiasaan.
Misalnya: Ketika berdiskusi, mahasiswa dan dosen tidak boleh memberikan klaim
bahwa pendapatnya yang paling benar dan pendapat orang lain salah. Dalam menanggapi
pernyataan seseorang maka haruslah memperhatikan latar belakang dan pola pikir
orang yang ditanggapinya. Sementara ketika terjadi perbedaan pendapat maka
dahulukanlah etika dan carilah jalan keluar melalui titik persamaan. sikap disiplin,
keterbukaan, kejelasan peraturan perkuliahan dan budaya ilmiah juga harus
dijadikan sebagai proritas pendidikan karakter.
Dalam aspek pelayanan akademik maka budaya karakter harus dijadikan
sebagai indikator peningkatan mutu pelayanan akademik. Karakter yang dapat
dikembangkan dalam aspek pelayanan akademik adalah: karakter kesantunan, kejelasan,
ketepatan, dan keterbukaan dalam memberikan pelayanan.
Organisasi mahasiswa intra kampus dijadikan sebagai wadah pendidikan dan
pelatihan kepemimpinan dan manajemen administrasi administrasi. Sistem
pelaksanaan pendidikan karaker pada organisasi dapat dimulai dari pembelajaran sistem
administrasi yang baik, penanaman jiwa kepemimpinan dan tim kerja. Untuk
mengefektifkan dan mengoptimalisasi pembelajaran administrasi dan kepemimpinan
organisasi mahasiswa maka peran pihak kampus sebagai auditor mutu administrasi dan
pelayanan organisasi mahasiswa menjadi sangat penting, bila perlu dibentuk
suatu unit khusus yang bertugas sebagai pembimbing, mediator dan auditor
organisasi mahasiswa intra kampus secara kontiniu dan konsisten, dan bukan cuma
pada upgrading dan rapat tahunan saja.
Penanaman nilai-nilai karakter pada tiga kawasan tersebut harus didukung
oleh penegakan peraturan yang aplikatif disamping pemberian suri tauladan dan
jalinan komunikasi yang baik antara seluruh civitas akademika.